Sabtu 29 Nopember 2008 pagi hari, ku-gowes sepeda menuju Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) yang berlokasi di pinggiran perumahan mewah Pantai Indah Kapuk.
Berdasarkan wikipedia, SMMA ditetapkan sebagai cagar alam oleh pemerintah Hindia Belanda pada 17 Juni 1939 dengan luas awal 15,04ha yang kemudian diperluas menjadi 1.344,62ha. Dengan pembangunan yang tidak ramah lingkungan yang semakin pesat, kawasan inipun mengalami kerusakan sehingga luasnya hanya tinggal 25,02ha. Karena itu sejak 1998, pemerintah Indonesia merubah status kawasan ini menjadi Suaka Margasatwa untuk merehabilitasinya. Awal-nya vegetasi di SMMA adalah hutan mangrove dengan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Tapi kini, diperkirakan hanya 10% dari luas total yang tertutup oleh vegetasi berpohon. Selebihnya adalah rawa terbuka yang ditumbuhi rerumputan, gelagah dan eceng gondok.
Acara Sabtu ini adalah bebersih sampah didaerah SMMA. Acara yang digagas oleh Jakarta Green Monster (JGM), sebuah komunitas nirlaba yang concern terhadap kualitas lingkungan lahan basah di DKI Jakarta, bertujuan untuk menjaring keikutsertaan masyarakat terhadap pentingnya hutan mangrove yang bersih bagi Jakarta.
Setelah 40 menit gowes, akhirnya sampai juga di lokasi SMMA. Karena perut belum diisi sarapan, gw mutusin nyarap dulu di depan gerbang SMMA, kebetulan ada penjual nasi uduk yang liwat. Sambil nyarap uduk dan ngopi, gw ditemani sama monyet monyet penghuni hutan mangrove yang lagi nongkrong dipagar pembatas sambil menunggu dilemparin makanan oleh pengunjung yang lewat. Monyet monyet ini adalah jenis monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Hmmm, sensasi yang unik nih, jarang jarang ada hewan liar yang bebas berkeliaran di Jakarta.
Setelah makan, gw pun masuk ke areal SMMA. Lokasinya nyaman, teduh, udara-nya fresh, diiringi suara hewan hewan seperti burung, serangga, dan kodok. Diareal ini tidak ada tanah padat yang bisa dipijak, karena semua kawasan adalah hutan bakau dan rawa rawa dengan kedalaman air bervariasi antara 50 cm sampai dengan 3 meter. Pengunjung dapat mengelilingi SMMA dengan berjalan kaki di sepanjang jembatan kayu yang dibuat sepanjang lokasi. Didepan pintu gerbang, terdapat pusat informasi, plaza (tempat berkumpul) dan sebuah dermaga kecil yang kesemuanya dibangun diatas jembatan kayu. Lebih jauh ke dalam terdapat menara pantau yang sudah tidak berfungsi karena keropos dan terdapat rumah burung.
Pemandangan memprihatinkan ditampilkan diujung hutan lindung ini. Dengan luas kira kira dua kali luas lapangan bola, gunungan sampah terpampang dibagian akhir kawasan SMMA yang berbatasaan langsung dengan laut. Orang sekitar menyebut-nya permadani sampah. Berbagai jenis sampah terdapat disitu, mulai dari sampah plastik, kayu, rangka motor, kulkas bekas, bangkai hewan, sepeda, bangku bekas, gerobak bakso, becak, dll. Seluruh sampah itu datang dari hulu sungai baik di Bogor, Bekasi, maupun sekitaran Jakarta dan terus hanyut hingga akhirnya sampai ke muara angke ini. Karena itu pantas jika daerah ini disebut Pintu Terakhir Sampah Jakarta.
bersambung...
(.rak)
No comments:
Post a Comment